By van's blog

Tahu Tempe Riwayatmu Kini

Melangitnya harga kedelai dari Rp4000 hingga hampir menyentuh angka Rp8000 membuat meroketnya pula harga tahu tempe yang juga diiringi dengan semakin langkanya keberadaan tempe dan tahu di masyarakat...Kalaupun masih ada itupun sudah susut ukurannya,...

Menyedihkan memang. Tempe yang bisa diperoleh masyarakat kita dengan harga murah meriah ini merupakan salah satu sumber protein nabati yang kandungan asam aminonya mendekati daging. Masyarakat kita yang sebagian besar masih hidup di ambang garis kemiskinan kebanyakan mengandalkan konsumsi protein dari tahu dan tempe ini. Sementara mereka yang hidup mewah bisa mendapatkan dengan mudah dari daging-dagingan, telur atau susu yang untuk masyarakat kelas bawah sulit untuk menjangkaunya. Untuk hidup sehari-hari saja masih serba kekurangan.

Sungguh ironis jika akhirnya tempe dan tahu perlahan-lahan menghilang, bagaimana nasib kaum bawah nantinya? Rakyat miskin tentu sebagian besar mengandalkan konsumsi protein dari komoditas olahan dari kedelai ini yang notabene selain murah juga bergizi.

Tempe dan tahu yang konon katanya makanan asli masyarakat pribumi di negeri ini ternyata tidak hanya ada di Indonesia saja, di mancanegara tempe pun sudah menyebar. Lihat saja disini.

Namun yang harus kita percayai kini adalah hak paten tempe sudah milik Jepang dan hak paten tahu sudah menjadi milik Thailand. Bahkan tahu tempe produksi Indonesia pun tidak seratus persen asli bikinan Indonesia. Bahan-bahannya masih harus mengimpor dari Amerika sono....

Hey, mana Indonesia yang katanya negara agraris dan pernah swasembada pangan itu yang konon orang bilang bahwa tanah kita ini tanah surga dimana tongkat kayu dan batu bisa menjadi tanaman... Buat apa ada IPB ehehehe yang meluluskan ribuan insinyur-insinyur pertanian itu... Hehehehe...

Tapi untunglah harga tempe penyet di warnyet langganan saya masih tetep hehehe... Tetep masih murah dan enak.... Alhamdulillah.....

 

By van's blog

Pemanasan global

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Langsung ke: navigasi, cari
Temperatur rata-rata global 1850 sampai 2006 relatif terhadap 1961–1990
Temperatur rata-rata global 1850 sampai 2006 relatif terhadap 1961–1990
Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980
Anomali temperatur permukaan rata-rata selama periode 1995 sampai 2004 dengan dibandingkan pada temperatur rata-rata dari 1940 sampai 1980

Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi.

Temperatur rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.

Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan temperatur permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Adanya beberapa hasil yang berbeda diakibatkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda pula dari emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang juga akibat model-model dengan sensitivitas iklim yang berbeda pula. Walaupun sebagian besar penelitian memfokuskan diri pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun jika tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

Meningkatnya temperatur global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya muka air laut, meningkatnya intensitas kejadian cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan.

Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekwensi-konsekwensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.